Palangka Raya – Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) menggelar rapat koordinasi (rakor) virtual melalui aplikasi Zoom Meeting guna membahas upaya optimalisasi layanan pendaftaran jaminan fidusia oleh Notaris. Selasa (7/6/2025)
Kegiatan dimulai pukul 09.00 WIB. Rakor ini juga dihadiri oleh Analis Hukum Muda, Rizki Imawaty, Analis Hukum Pertama, Rakhmad Akbar Sahawung, perwakilan Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia (INI) Kalimantan Tengah, Akhmad Fibriansyah Bagan, serta Helpdesk Layanan AHU dari Kanwil Kemenkum Kalimantan Tengah serta berbagai pemangku kepentingan dari lingkungan Kementerian Hukum di seluruh Indonesia serta perwakilan organisasi Notaris dari sejumlah daerah.
Rakor dibuka oleh Sekretaris Ditjen AHU, Hantor Situmorang, dilanjutkan dengan penyampaian materi oleh Direktur Perdata Ditjen AHU, Henry Sulaiman dalam laporannya, Henry menyatakan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk mengoptimalkan peningkatan layanan dalam pendaftaran jaminan fidusia. Kegiatan tersebut dilaksanakan berdasarkan instruksi langsung dari Menteri Hukum, yang juga memerintahkan agar dilakukan uji petik terhadap proses pendaftaran fidusia. Hal ini dilakukan karena terdapat dugaan bahwa potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari layanan tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal. Sehingga, Majelis Pengawas Daerah Notaris (MPDN) di daerah diarahkan untuk melakukan singkronisasi data Akta terkait pendaftaran fidusia dengan databse AHU.
Salah satu pembicara kunci dalam kegiatan ini adalah Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum Jawa Barat, Asep Sutandar yang memaparkan berbagai tantangan serta strategi peningkatan kepatuhan Notaris terhadap kewajiban pendaftaran jaminan fidusia. Dalam paparannya, Asep menyampaikan kekhawatiran terkait potensi fidusia yang tidak didaftarkan oleh Notaris ke Kementerian Hukum.
“Kami menemukan adanya indikasi bahwa sebagian Notaris belum sepenuhnya mendaftarkan akta jaminan fidusia ke sistem. Oleh karena itu, kami melakukan sampling pemeriksaan lapangan sebagai bentuk pengawasan,” ujar Asep.
Ia juga mengungkapkan bahwa kontribusi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari layanan fidusia sangat signifikan. “Di Jawa Barat, PNBP dari fidusia saja menyumbang sekitar 88,19 persen dari total PNBP layanan AHU. Ini menunjukkan pentingnya sistem ini bagi pendapatan negara,” tambahnya.
Lebih lanjut, Asep memaparkan sejumlah hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pendaftaran fidusia, antara lain resistensi terhadap perubahan dan keterbatasan anggaran. “Banyak Notaris masih merasa tidak yakin atau belum terbiasa dengan teknologi yang digunakan. Di sisi lain, pengembangan sistem dan pelatihan juga memerlukan biaya yang tidak sedikit,” jelasnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, Ditjen AHU mendorong penerapan beberapa strategi, di antaranya pendekatan partisipatif dengan melibatkan Notaris dalam pengembangan sistem, kampanye kesadaran tentang pentingnya pelaporan fidusia, serta monitoring berkelanjutan. Selain itu, kerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan peningkatan infrastruktur teknologi menjadi bagian dari solusi jangka panjang.
Kegiatan ditutup dengan sesi diskusi dan tanya jawab antara peserta dan narasumber, yang menunjukkan komitmen bersama untuk meningkatkan kualitas dan integritas pelayanan hukum, khususnya dalam proses pendaftaran jaminan fidusia. (Red-dok, Humas Kalteng, Mei 2025)
Foto Dokumentasi :